Senin, 27 Mei 2013
Rabu, 22 Mei 2013
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian Sengketa
Ekonomi
Contoh kasus:
Dalam Setahun, Sengketa Ekonomi Syariah di Meja Hijau
Cuma 5 Kasus
Jakarta - Sengketa ekonomi syariah yang berujung ke meja hijau
jumlahnya sangat sedikit. Menurut data 2011, sengketa yang ditangani oleh
Pengadilan Agama di seluruh Indonesia hanya 5 perkara.
Berdasarkan data yang dihimpun Subdit Syariah Direktorat Pranata dan Tatalaksana Perkara Perdata Agama, lima perkara tersebut tersebar di Jawa Tengah dua perkara dan sisanya di Yogyakarta.
"Hingga akhir tahun 2011, satu perkara di wilayah Jawa Tengah sudah diputus dan satu perkara masih dalam proses. Sementara itu, di wilayah Yogyakarta, perkara yang sudah diputus baru satu dan dua lainnya masih disidangkan," tulis humas Mahkamah Agung seperti dilansir dalam situsnya, Selasa (22/5/2012).
Dibandingkan dengan jumlah perkara keseluruhan yang ditangani peradilan agama, jumlah perkara ekonomi syariah sangat minim. Selama 2011, pengadilan tingkat pertama di lingkungan peradilan agama menerima 363.041 perkara. Dari jumlah itu, lebih dari 90% merupakan perkara yang berkaitan dengan sengketa perkawinan.
"Minimnya perkara ekonomi syariah itu juga berbanding terbalik dengan upaya-upaya yang telah dilakukan kalangan peradilan agama untuk menyongsong kewenangan baru di bidang sengketa ekonomi syariah tersebut," ujarnya.
Padahal, banyak hakim peradilan agama yang menempuh studi S2 dan S3 dengan memfokuskan diri pada bidang ekonomi syariah. Berbagai pelatihan pun diselenggarakan. "Beberapa di antara pelatihan itu bahkan difasilitasi oleh negara Timur Tengah seperti Saudi Arabia dan Sudan," paparnya.
Sedikitnya perkara yang masuk ke pengadilan di duga karena banyaknya opsi penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Selain melalui jalur litigasi di peradilan agama, sengketa ekonomi syariah memang dapat pula diselesaikan melalui jalur non-litigasi, misalnya dengan mediasi atau arbitrase.
Berdasarkan data yang dihimpun Subdit Syariah Direktorat Pranata dan Tatalaksana Perkara Perdata Agama, lima perkara tersebut tersebar di Jawa Tengah dua perkara dan sisanya di Yogyakarta.
"Hingga akhir tahun 2011, satu perkara di wilayah Jawa Tengah sudah diputus dan satu perkara masih dalam proses. Sementara itu, di wilayah Yogyakarta, perkara yang sudah diputus baru satu dan dua lainnya masih disidangkan," tulis humas Mahkamah Agung seperti dilansir dalam situsnya, Selasa (22/5/2012).
Dibandingkan dengan jumlah perkara keseluruhan yang ditangani peradilan agama, jumlah perkara ekonomi syariah sangat minim. Selama 2011, pengadilan tingkat pertama di lingkungan peradilan agama menerima 363.041 perkara. Dari jumlah itu, lebih dari 90% merupakan perkara yang berkaitan dengan sengketa perkawinan.
"Minimnya perkara ekonomi syariah itu juga berbanding terbalik dengan upaya-upaya yang telah dilakukan kalangan peradilan agama untuk menyongsong kewenangan baru di bidang sengketa ekonomi syariah tersebut," ujarnya.
Padahal, banyak hakim peradilan agama yang menempuh studi S2 dan S3 dengan memfokuskan diri pada bidang ekonomi syariah. Berbagai pelatihan pun diselenggarakan. "Beberapa di antara pelatihan itu bahkan difasilitasi oleh negara Timur Tengah seperti Saudi Arabia dan Sudan," paparnya.
Sedikitnya perkara yang masuk ke pengadilan di duga karena banyaknya opsi penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Selain melalui jalur litigasi di peradilan agama, sengketa ekonomi syariah memang dapat pula diselesaikan melalui jalur non-litigasi, misalnya dengan mediasi atau arbitrase.
Komentar:
Menurut saya kasus sengketa ekonomi syariah di Indonesia pada
tahun ini lebih sedikit apabila jika dibandingkan sengketa perkawinan. Padahal sudah
banyak hakim peradilan agama yg menempuh pendidikan yang tinggi. Tapi sisi
baiknya jadi tidak banyak masalah tentang ini. Semoga persengketaan ini dapat di minimalisir di
tahun-tahun yang akan datang.
Sumber:
http://finance.detik.com/read/2012/05/22/144620/1921827/5/dalam-setahun-sengketa-ekonomi-syariah-di-meja-hijau-cuma-5-kasus
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Contoh Kasus:
Salah satu bidang usaha yang diduga mengalami
persaingan usaha tidak sehat adalah di bidang makanan olahan seperti mie
instan. Hal ini disebabkan karena banyaknya makanan olahan yang dimiliki oleh
PT. Indofood Sukses Makmur yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia, yang
terlihat lebih mendominasi dibandingkan dengan makanan olahan yang lain.
Berdasarkan artikel dari Kapanlagi.com, adanya indikasi atau dugaan yang kuat
dalam persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh PT. Indofood Sukses
Makmur, membuat LSM, akademi, praktisi dan perusahaan yang sejenis, melaporkan
PT. Indofood Sukses Makmur ke KPPU. Hal tersebut membuat KPPU sebagai lembaga
independen, melakukan monitoring terhadap PT. Indofood Sukses Makmur. PT.
Indofood Sukses Makmur merupakan salah satu pelaku usaha yang terbesar dalam
industri mie instan, yang telah terbukti memiliki pangsa pasar produk lebih
dari 50% (lima puluh persen) dan berada dalam posisi dominan yang dimaksudkan
pada pasal 1 ayat (4) dan pasal 25 ayat (2) UU no. 5 Tahun 1999. Meskipun
demikian, pada kenyataannya KPPU melihat bahwa PT. Indofood Sukses Makmur tidak
terbukti melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang
akan menghambat pelaku usaha lain untuk melakukan persaingan bisnis mie instan.
Hal ini terbukti dengan semakin banyak pelaku usaha mie instan lain yang tetap
berjalannya meskipun pangsa pasar mereka sangat kecil. KPPU melihat bahwa PT.
Indofood Sukses Makmur telah melakukan praktek monopoli secara sehat. Karena
dugaan terhadap PT. Indofood Sukses Makmur tidak terbukti, maka KPPU memutuskan
hanya memonitoring PT. Indofood
Sukses Makmur sampai saat ini.
Komentar:
Sepertinya bidang usaha makanan mie instan yang
dimiliki oleh pt. Indofood sukses makmur jarang menghadapi persaingan dalam
penjualannya. Tapi kenyataannya setelah diamati oleh KPPU kecurigaan saya
terhadap produk ini jadi berkurang. Semoga saja tidaak ada praktek monopoli
atau kecurangan dalam bisnis tersebut.
Sumber:
https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=130480
Perlindungan Konsumen
Perlindungan Konsumen
Contoh Kasus:
Sebuah iklan produk adalah bahasa pemasaran
agar barang yang diperdagangkan laku. Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah
kenyataan. Konsumen acap kali merasa tertipu iklan.
Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla begitu Ludmilla Arief biasa disapa, membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan.
Sebulan menggunakan transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’ tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin.
“Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu,” ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.
Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,”imbuhnya.
Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya berharap diadakan road test dengan ada saksi,” kata karyawati swasta itu.
Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
Tak terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK Jakarta.
Sebaliknya, kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada iklan produsen yang tak sesuai kenyataan. “Tidak ada kepastian angka di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.
Kuasa hukum NMI, Hinca Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada datanya dan rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan. Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.
Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla begitu Ludmilla Arief biasa disapa, membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan.
Sebulan menggunakan transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’ tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin.
“Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu,” ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.
Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,”imbuhnya.
Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya berharap diadakan road test dengan ada saksi,” kata karyawati swasta itu.
Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
Tak terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK Jakarta.
Sebaliknya, kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada iklan produsen yang tak sesuai kenyataan. “Tidak ada kepastian angka di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.
Kuasa hukum NMI, Hinca Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada datanya dan rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan. Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.
Analisis:
Menurut saya sebaiknya sebelum membeli produk baru lebih baik di uji coba dulu . walaupun sebelum diperkenalkan dan diluncurkan ke media iklan untuk dipormosikan dengan kata kata yang baik kita jangan langsung percaya karena dengan mengadakan test drive dan dihadiri banyak saksi sebagai bukti kalau-kalau nanti terjadi hal yang tidak diinginkan bagi pihak perusahaan.
Referensi:
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/06/makalah-perlindungan-konsumen.html
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI)
Pengertian
Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah
hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau
sekelompok orang atas karya ciptanya. Menurut UU yang telah disahkan oleh
DPR-RI pada tanggal 21 Maret 1997, HaKI adalah hak-hak secara hukum yang
berhubungan dengan permasalahan hasil penemuan dan kreativitas seseorang atau
beberapa orang yang berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam
bidang komersial (commercial reputation) dan tindakan / jasa dalam
bidang komersial (goodwill).
Dengan begitu obyek utama dari HaKI
adalah karya, ciptaan, hasil buah pikiran, atau intelektualita manusia. Kata
“intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah
kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the
Human Mind) (WIPO, 1988:3). Setiap manusia memiliki memiliki hak untuk
melindungi atas karya hasil cipta, rasa dan karsa setiap individu maupun
kelompok.
Kita perlu memahami HaKI untuk
menimbulkan kesadaran akan pentingnya daya kreasi dan inovasi intelektual
sebagai kemampuan yang perlu diraih oleh setiap manusia, siapa saja yang ingin
maju sebagai faktor pembentuk kemampuan daya saing dalam penciptaan
Inovasi-inovasi yang kreatif.
Prinsip-prinsip Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI)
Prinsip-prinsip HAKI:
a. Prinsip ekonomi
b. Prinsip keadilan
c. Prinsip kebudayaan
d. Prinsp social
Klasifikasi
Hak Kekayaan Intelektual
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
terbagi dalam dua kategori, yaitu :
A.Hak Cipta
B.Hak Kekayaan Industri, yang meliputi :
1.Hak Paten
2.Hak Merek
3.Hak Desain Industri
4.Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
5.Hak Rahasia Dagang
6.Hak Indikasi
Dasar Hukum
Hak Kekayaan Intelektual
Dasar-dasar hukum HAKI antara
lain adalah :
- Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
- Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
- Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
- Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
- Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
- Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
- Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
- Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
- Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI) dapat dilaksanakan. Maka setiap
individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas pemikiran-pemikiran kreatif
mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya ke
pihak yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan tugas dari Direktorat
Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan
Perundang-undangan Republik Indonesia.
KASUS 1:
Zynga memang
sudah terlanjur identik dengan game yang berakhiran “Ville”. Dan tak
mengherankan jika mereka menuntut game developer yang berani menggunakan “trade
mark” mereka ke dalam gamenya. Baru-baru ini Zynga telah mengajukan gugatan
hukum pada developer game Eropa, Kobojo atas gamenya yang dijuluki
“PyramidVille”. Game ini telah dirilis tahun lalu pada mobile device melalui
kerjasama dengan BulkyPix. Zynga menuntut Kobojo di Amerika Serikat dan
mengklaim bahwa developer game sengaja melanggar hak merek dagang mereka dan
memanfaatkan reputasi Zynga di dunia game sosial. Zynga berupaya menghentikan
Kobojo untuk menggunakan nama PyramidVille dan juga meminta ganti rugi atas
penggunaan nama tersebut.
KASUS 2:
kasus merek AQUA
dan AQUALIVA. Mahkamah Agung dalam putusannya (perkara No. 014 K/N/HaKI/2003)
menyatakan bahwa pembuat merek Aqualiva mempunyai iktikad tidak baik dengan
mendompleng ketenaran nama Aqua.
Komentar:
Sangat disayangkan
zaman sekarang banyak sekali orang yang memanfaatkan ketenaran suatu brand
ternama. Padahal jika kita membuat nama sendiri hasilnya jauh lebih baik tetapi
karena sifat manusia yang ingin instan, jadi dilakukan hal yang simple namun
agak berbahaya.
Sumber:
zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/HAKI_09.ppt
puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=DKV02040203
http://www.kemenperin.go.id/
Langganan:
Postingan (Atom)